Satu hal yang saya gak suka dari solo traveling adalah ketika kita mesti tidur sendiri di kamar hotel yang angker atau mungkin berada di tempat wisata yang sepi dan punya riwayat mistis. Pengalaman iseng ini terjadi ketika saya iseng jalan-jalan ke Sawahlunto, Sumatera Barat. Iya.. banyak banget ya iseng-nya? Intinya sih.. dari rasa penasaran muncul rasa ketakutan.
Tiga tahun lalu saya dapat tiket promo salah satu budget airlines Indonesia, cuma Rp 110.000 dari Jakarta-Padang (pulang-pergi). Untungnya juga saya dapat cuti, meski baru kerja 2 bulan di salah satu perusahaan travel. Kebetulan ada teman yang sedang tinggal di Padang, jadi kan ada guide lokal. Tapi berhubung teman saya itu kerja Senin – Jumat, jadi lah saya yang datang hari Kamis mesti jalan-jalan sendirian dulu. Kebetulan Sabtu dan Minggu kami rencana ke Bukittinggi dan jelajah ke Payakumbuh serta Batu Sangkar. Jadi Kamis-Jumat nya saya bisa keluyuran sendiri ke destinasi lain.
Sudah lama penasaran sama Sawahlunto. Selain dengar sejarahnya, katanya alamnya juga indah. Saya selalu suka sejarah dan juga destinasi yang gak begitu ramai. Akhirnya berangkat lah saya ke Sawahlunto dari Padang. Tidak ada reservasi penginapan atau lainnya, saya langsung meluncur dengan salah satu transportasi umum. Perjalannya cukup jauh juga dari Padang, sekitar 4-5 jam lah. Melewati bukit dan lembah berkabut. Horor!
Begitu sampai, saya benar-benar gak tau mesti kemana haha Tapi saya terus jalan dan coba eksplor kotanya. Begitu sampai pusat kota/alun-alun, saya nemu satu hotel paling bagus namanya Hotel Ombilin. Kemudian masuk dan tanya ke resepsionis soal rate per malamnya. Waktu itu sekitar Rp 300.000/malam sudah termasuk breakfast. Ya.. gak apa-apa lah, sekali-kali kan? Biasaya penginapan saya kalau sendirian gak mau lebih dari Rp 100.000. haha
Dari luar memang terlihat sih kalau Hotel Ombilin ini bangunannya tua. Ternyata oh ternyata.. hotel ini punya sejarah panjang. Hotel yang berarsitektur Art Deco ini dibangun pada tahun 1918. Dulunya diperuntukan untuk penginapan para pejabat perusahaan tambang batubara. Keudian ada tahun 1945 hingga 1949 diubah fungsinya sebagai asrama tentara Belanda. Bangunan ini juga dijadikan sebagai kantor polisi militer di kota Sawahlunto pada tahun 1970an.
Bangunan tua, sepi, dan bekas asrama tentara? Membuat saya berpikiran yang enggak-enggak. Untungnya ada TV di dalam kamar jadi saya bisa menyetelnya untuk memberikan suasana ramai untuk menemani saya tidur. Untungnya sampai besok paginya tidak terjadi apa-apa sih.
Selain penginapan yang bikin saya iseng tidur sendirian dan berharap buat cepat-cepat pagi, saya juga mengalami keisengan lainnya. Yaitu di salah satu situs sejarah namanya Lubang Mba Soero
Kebetulan kan itu bukan akhir pekan, jadi tak banyak turis. Bahkan ketika berkunjung, turisnya hanya saya saja! Berhubung saya penasaran dengan sejarah Sawahlunto maka saya beranikan diri untuk ikut tur-nya.
Ada satu orang penjaga atau pemandu atau mungkin kuncen goa tersebut yang mengantar saya sambil menceritakan mengenai sejarah tambang di Sawahlunto. Intinya erat hubungan antara tambang dan Sawahlunto ini. Selain sejarah mengenai dibangunnya kota ini, bapak pemandu tersebut juga menceritakan mengenai betapa kejamnya perusahaan tambang tersebut dalam mempekerjakan buruhnya. Hmm lebih ke pada kerja paksa dibanding perburuhan. Di goa tersebut ada banyak pekerja yang meninggal dan kejadian kejam lainnya. Dan.. tau dong kalau sudah begitu ceritanya merujuk ke mana?
Yup.. cerita yang tadinya sedih dan kejam berubah menjadi cerita mistis. Ditambah beberapa fakta yang dipaparkan oleh bapak pemandu, saya gak mau berjalan di belakang si bapak tersebut, harus jalan berbarengan! Puncaknya adalah ketika di satu tempat si bapak cerita bagaimana tim ‘uka-uka’ dari salah satu stasiun TV yang sok berani kemudian kesurupan di tempat tersebut. Saya langsung merinding sejadi-jadinya dan memohon si bapak pemandu untuk berhenti bercerita. Mata saya hampir ngembeng karena ketakutan. haha
Kunjungan saya ke situs sejarah tersebut tentu telah mengubah pandangan saya akan kota Sawahlunto dan semakin melek sejarah. Dan tentunya.. juga membuat mood saya untuk menjelajah situs sejarah lainnya jadi drop. Rasanya langsung ingin balik ke Padang dan menemui teman saya untuk melupakan cerita seram di Lubang Mbah Soero tersebut.
PS: Yang mau tau cerita seram yang ada di tempat-tempat tersebut, googling sendiri aja ya :p
Pingback: Efek Jalan-jalan ke Sumatera Barat – Trip To Trip
Sekitar 2 tahun lalu aku ke sana karena sampainya masih pagi banget di Padang, jadinya keliling Sawahlunto dulu sebelum sorenya ke Bukit Tinggi. Cuma ke Museum KA, Lubang Mbah Soero, ama Museum Gudang Ransum. Pengin balik lagi deh pake nginep…tapi gak pake horor
Ih itu kan jauh.. sempet aja ya one day trip? haha tapi mungkin kalo naik kendaraan pribadi ga selama naik angkutan umum kali ya?
Pengen banget ke sawahlunto…😍😍😍
aku justru sedih bayangin nasib orang rantau, gak peduli soal cerita horor disana 🙁
Pingback: Efek Jalan-jalan ke Sumatera Barat – TRIP TO TRIP
Itu serem aja, lebih serem dari Lawang Sewu terowongannya… Keliatan dari pintu masuk ke Lobang Mbah Soero udh nakutin 😵😱
Kotanya sepiiii… banget… 🙂
boleh juga tiket promo nya!