Lompat ke konten

Mengejar 'Sunrise' di Adam's Peak

Sri Lanka adalah destinasi yang terkenal dengan wisata alam, budaya, dan spiritualnya. Ada satu tempat di Sri Lanka yang kita bisa dapatkan ketiganya, yaitu Adam’s Peak atau Sripada (Tapak kaki suci).

Lucunya, dibilang anak gunung, bukan. Tapi saya suka dengan alam dan pegunungan. Jadi berkunjung ke Adam’s Peak merupakan salah satu keharusan bagi saya.

Memang Adam’s Peak (2243 mdpl) merupakan salah satu puncak tertinggi di Sri Lanka, namun tingginya masih kalah dibanding gunung-gunung di Indonesia. Tapi di sini saya bukan ingin membandingkan tinggi, toh pada akhirnya yang bermakna adalah perjalanannya. Kali ini, pendakian ke Adam’s Peak sangatlah berkesan dan membuat perjalanan ke Sri Lanka jadi lebih bermakna.

Setelah tiba di kaki Adam’s Peak, tepatnya Dalhousie, saya tidur lebih awal karena berniat untuk memulai pendakian sekitar jam 2 pagi. Kenapa pagi banget? Tujuannya adalah untuk mengejar matahari terbit di puncak. Estimasi perjalanan menuju puncak sekitar 2-4 jam. Yah.. tergantung stamina masing-masing. Berhubung saya hampir tidak pernah naik gunung, maka saya mengestimasi bahwa saya akan tiba pukul 5 jika saya memulai pada pukul 2 pagi.

Foto ini diambil dari kaki Adam’s Peak. Terlihat titik puncak dan lampu-lampu yang mengawal jalur pendakian.

Tepat jam 2 pagi, saya bersama teman jalan sudah siap berangkat meninggalkan hotel. Situasi di luar cukup gelap namun dari kejauhan kita bisa melihat lampu-lampu yang mengawal jalan menuju titik puncak Sri Pada. Dari hotel, kami berjalan memasuki pusat desa Dalhousie di mana warung-warung masih buka. Jadi kalau memang kamu butuh cemilan dan minum untuk pendakian, beli saja di bawah.

Pada 30 menit pertama, jalur pendakian sudah disambut dengan tangga-tangga dan jalan bersemen yang rapi. Intensitas tangga juga masih biasa saja. Dalam hati saya berkata sombong “Kalau treknya begini, 2 jam sih saya sampai”.

Memang tidak ada tiket masuk ke Sripada namun kita akan melewati sebuah gerbang masuk dan kita harus mengisi biodata diri. Eh.. gak tau sih harus atau engga, tapi semua orang/turis asing yang bareng saya pasti ke checkpoint ini. Tentu.. ada kotak sumbangan yang mesti diisi. Ya kamu bisa mengisi seiklasnya 🙂

Setelah itu, trek semakin menanjak dan intensitas tangga semakin merapat. Suasana memang gelap dan kita akan ditemani suara gemericik air. Memang di dekat situ ada sungai dan di awal pun saya sempat menyeberangi sungai. Meskipun gelap, rasanya saya tidak perlu menggunakan lampu senter yang dari Jakarta saya bawa. Kenapa? Karena ada lampu jalan setiap 5 meter. Ada banyak pendaki lalu lalang dan tidak membuat saya iseng dan malah merasa aman.

Tak terasa, saya sudah satu jam berjalan kaki. Intensitas tangga memang makin rapat namun perjalanan masih tidak terasa capek namun setelah itu saya melepas jaket karena ternyata rasa dingin dikalahkan oleh keringat yang mengucur.

Memasuki jam ke-2, perjalanan makin sadis. Tangga makin rapat dan tinggi. Di sini ujian mulai terasa. Teman jalan saya bilang “udah Feb, lo duluan aja, nanti kita ketemu di puncak. atau.. kalau lo udah sampe dan turun, ya kita turun bareng aja” haha nampaknya dia lebih-lebih lagi merasakan capeknya. Padahal baru satu jam berjalan.

Oke, jadi ini tangga penanjakan menuju Adam’s Peak tapi versi hari sudah terang. Kalau malem, ya gelap. hehe Naiknya agak remang-remang dan pakai intuisi aja.

Akhirnya saya beranikan jalan sendiri. Sedari tadi intensitas pendaki cukup banyak jadi saya tidak takut. Tapi kok.. setelah melewati kuil, jalanan tau-tau sepi? Waa.. saya takut ada setan haha Kemudian saya semakin cepat mendaki tangga dan sedikit berlari hingga ketemu orang.

Selain banyak orang yang naik ke Adam’s Peak di pagi buta, ada banyak juga yang turun. Semuanya adalah warga lokal. Lucunya lagi, ada banyak anak kecil dan orang tua. Ya.. kakek dan nenek-nekek ikutan naik ke Adam’s Peak. dan mereka GAK PAKE SENDAL atau SEPATU!! Gokil. Di sini saya merasa kalau saya gak boleh kalah dengan mereka.

Karena pemandangan gelap jadi tak ada yang bisa saya foto. Makanya saya jadi fokus jalan dan harus bisa tiba sebelum matahari terbit.

Perjalanan dari jam 1 ke jam ke-2 memang cukup berat namun.. setelah itu berjalanan makin gila. Kamu mesti siap-siap dengan tangga yang tanpa henti hadir dengan kemiringan 65º!! Di sini para pendaki semakin banyak berkumpul dan kadang malah menyulitkan karena kita mesti menunggu mereka. Jadilah naiknya pelan-pelan. Belum lagi, jalur makin sempit, yang tadinya seukuran mobil, kini hanya jalan ukuran dua tapak. Untungnya ada besi-besi pegangan, jadi kalau gak kuat bisa berpegangan.

Lonceng di Adam’s Peak yang mengawal para pendaki dengan syahdunya.

Kaki sudah bergetas namun saya sudah bisa mendengar suara lonceng. Entah dari mana datangnya namun saya berharap ini artinya sudah dekat dengan titik puncak.

Banyak orang saling menyemangati meskipun tak saling kenal. Saya makin kagum dengan kemampuan kakek-nenek yang masih kuat menaiki tangga-tangga ekstrim ini. Saya mencoba menaiki 20 anak tangga sekali napas namun rasanya sulit. Intensitas napas makin susah diatur dan rasanya semakin sesak. Serem juga kalau pingsan di sini, kan?

Duduk di tangga-tangga sambil menanti terbitnya mentari. Ini versi sudah terang.

Akhirnya saya mencoba lebih santai dan beberapa menit kemudian tibalah di checkpoint terakhir. Di sini terdapat warung-warung yang menjual jajanan dan minuman hangat. Lalu saya ketemu dengan turis-turis yang satu kereta dengan saya dari Kandy. Wow!

Saya istirahat di sana selama 10-15 menit sambil menyeruput milo dingin dan makan cemilan. Udara makin dingin dan angin makin kencang berhembus. Waktunya kembali memasang jaket.

Saya kira perjalanan menuju Adam’s Peak sudah dekat, ternyata masih butuh 30 menit menaiki anak tangga yang makin gila tinggi dan rapatnya. Tapi suara lonceng makin terdengar kencang namun tambah syahdu. Rasa lelah ini terbayar ketika saya mulai melihat bangunan, dan ya.. saya sampai di Adam’s Peak.

Pelan-pelan, warna orange menghiasi langit.
Versi *zoom out* eaaa.. rame ya?

Jumlah pendaki masih belum banyak, uniknya banyak dari mereka yang duduk di tangga-tangga. Saya mengikuti mereka sambil melepas sepatu. Istirahat setelah 3 jam nonstop mendaki dan menunggu datangnya fajar sambil menghangatkan diri bersama para turis lainnya.

Untung saya sampai 1 jam lebih awal dari terbitnya matahari. Kalau agak kesiangan, akan ramai seperti ini.
Gak bisa berhenti mengucap syukur bisa melihat lautan awan seperti ini.

16 tanggapan pada “Mengejar 'Sunrise' di Adam's Peak”

  1. Dyah Ayu Pamela – Indonesia – Journalist, traveler, cat's lovers, beach lovers, love a lot mountain too, writing and traveling addict.

    pengen ke sini februari 2019, ada yg mau bareng nggak ya?

  2. Pingback: Jalan-jalan ke Sri Lanka? Ini Persiapannya! – Trip To Trip

  3. Pingback: Photo Story: Sunrise di Adam's Peak – My Blog

  4. Pingback: Ingin Mengenal Teh Sri Lanka? Mampir ke Haputale Yuk! – My Blog

  5. Pingback: Jalan-jalan ke Sri Lanka? Ini Persiapannya! – TRIP TO TRIP

  6. Pingback: Ingin Mengenal Teh Sri Lanka? Mampir ke Haputale Yuk! – TRIP TO TRIP

    1. Febry – 🌎

      Wah waktunya ketat banget sih.. Agaknya kurang. Bisa sih.. tapi ketat aja.

      Colombo – Dalhouise itu bisa seharian. Nyampe malem, tidur bentar, tengah malemnya bangun buat trekking. Selesai trekking jam 8an pagi. Beres-beres. Cabut ke Hatton jam 10 pagi. Dari Hatton ke Colombo mungkin 5 jam naik bus atau kereta ya.

      1. Aduu, capek bngat. rencana sih April berangkatnya. Kalau dari Colombo mau ke Adam’s Peak bisa ditempuh dengan kereta aja? atau harus nyambung lagi pake bus or other.
        Mohon bagi pengalamanya ka.

  7. Timothy W Pawiro – I like to watch movies ... I like to listen to music and attend concerts ... I like to hang out with my friends ... I like to eat ... and I like nasi goreng kambing (lamb fried rice)!! Haha :D

    Wah udah ada anak tangganya ya, bs ngebayangin sih, ngeliatin anak tangga yang ga abis2.

    Btw, ramai yak … 😀

  8. Pingback: Photo Stories: Sunrise di Adam’s Peak – TRIP TO TRIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.