Lompat ke konten

Cara Paling Asik Keliling The Sacred City of Anuradhapura, Bersepeda!

Ngapain sih jalan-jalan ke Sri Lanka? Nah ini adalah salah satu tujuan utama saya ke Sri Lanka yaitu untuk berkunjung ke Anuradhapura. Sebuah kota kecil yang menyimpan saksi sejarah hingga puluhan abad silam. Anuradhapura merupakan kota kuno yang pertama kali dibangun pada tahun 900 SM. Kota ini dulunya adalah ibukota dari Kerajaan Sinhala hingga tahun 1100 hingga kemudian ibukotanya pindah ke daerah selatan. Mungkin kamu lebih kenal dengan Angkor Wat ya? Ya.. The Sacred City of Anuradhapura itu mirip banget dengan kawasan kota kuno Angkor, atau mungkin juga mirip dengan Ayutthaya di Thailand.

Ruwanwelisaya

Terus kenapa penasaran dengan tempat ini? Jadi setelah baca-baca Lonely Planet Sri Lanka, dua tahun lalu, saya terpincut dengan sejarah dan bangunan-bangunannya. Terdapat banyak stupa atau dagoba raksasa di sini. Kebayang, pasti seksi banget untuk difoto.  Bahkan bangunan-bangunan di sini dulunya dibilang sebagai salah satu bangunan tertinggi di dunia setelah Piramid, ya dulu.. pada abad 1 SM! Gokil kan?

Kalau mau baca kisah lengkapnya, langsung aja googling atau baca di Wikipedia tentang Anuradhapura.

Kayaknya saya memang suka banget bersepeda! Meskipun sehari-hari gak bersepeda tapi pasti kalau jalan-jalan dan ada kesempatan untuk bersepeda, pasti saya lakukan. Misalnya saja bersepeda keliling kota sejarah Angkor atau juga keliling sepeda di Yamagata, Jepang, meski pada musim dingin.

Sepeda yang mengantarkan saya keliling The Sacred City

Jadi saya menyewa sepeda yang disediakan oleh penginapan, Swasthi Holiday Resort. Penyewaannya relatif murah kok, 500 rupee (Rp 50.000) buat seharian. Saya memang sengaja pergi pagi hari sebelum hari memanas. Beuh.. bahkan berangkat jam 9 saja sudah terik banget. Sialnya.. saya tidak bawa sunblock dan cari di supermarket pun tak ketemu. Alhasil setelah balik ke hotel, kulit saya jadi belang-belang.

Oke, lanjut bersepeda ke The Sacred City of Anuradhapura.

Jarak dari penginapan saya ke pintu masuknya itu kira-kira 3-5 km. Tak ada jalanan khusus sepeda tapi jalanan di kota Anuradhapura tak terlalu sibuk, hanya di titik tertentu saja. Sehingga bersepeda pun tak menyeramkan dan cukup menyenangkan. Enaknya bersepeda dibanding sewa tuktuk (bisa 15-20 USD), saya jadi bisa berhenti di manapun. Ya naik tuktuk juga bisa berhenti sih tapi males banget nyetopin ke abang supirnya, kan?

Tiba pada suatu jalan, kami disetop oleh petugas The Sacred City. Tak ada gerbang tapi ternyata ada bangunan dan loket tiket. Bangunan tersebut adalah Archaeological Museum yang ternyata tutup karena sedang renovasi tapi loketnya masih buka untuk menagih wajah-wajah polos seperti kami.

Harga tiket masuk The Sacred City ini tak tanggung-tanggung, yaitu US$25!! Atau senilai 3350 Rupee. Teman seperjalanan saya sampai gak ikhlas ngasihnya, berasa dirampok. hahaha tapi berhubung saya udah ngebet banget, jadi dia ikutin saya aja.

Kawasan The Sacred City ini cukup luas loh, jadi kalau memutuskan untuk bersepeda ya harus ekstra siap. Belum lagi, makin siang, udaranya makin puanas. Sering banget berhenti di warung untuk membeli es kelapa (harganya antara 50-100 rupee).

Dagoba putih raksasa, Ruwanwelisaya
Seperti mendaki menuju langit, ya?

Pemberhentian pertama adalah Ruwanwelisaya. Bangunan stupa super besar berwarna putih ini rasanya tak mungkin terlewat. Bahkan kami bisa tiba di sana karena mengikuti bangunan putih super besar yang menjulang di angkasa. Stupa atau dagoba ini merupakan salah satu stupa tertua dan terbesar (berdasarkan volumenya). Seperti yang dilihat, bangunan ini sudah sepenuhnya direstorasi, dicat ulang berwarna putih, dan sekarang menjadi pusat peribadatan. Ketika datang ke Runawelisaya, saya banyak melihat warga lokal yang ingin berdoa. Ada juga tablig akbar di bawah pohon beringin super besar. Ditambah beberapa turis yang berseliweran, tak banyak.

Next stop? Kami gak punya ide! hahaha Akhirnya kami hanya capcipcup. Melihat peta wisata yang ada di pinggir jalan. Akhirnya kami tiba di sebuah dagoba tua yang lokasinya sangatlah sepi.

Jetavana Dagoba

Jetavana Dagoba, merupakan salah satu stupa raksasa lainnya namun belum direstorasi. Bangunan ini kira-kira setinggi 120 meter dan merupakan bangunan tertinggi ke-3 pada masa kuno (setelah Pyramid di Giza) dan merupakan yang terbesar di Sri Lanka. Ketika tiba.. saya hanya bisa duduk lemas karena capek sambil bengong menikmati pemandangan keren, di bawah pohon beringin yang rindang.

Tak lama bengong di Jetavana, kami mulai beranjak ke Abhayagiri Dagoba. Letaknya sekitar 7-9 km dari Jetavana. Tapi kami sangat menikmati bersepeda di tengah jalan yang sepi dan kadang melewati perkampungan. Kami juga sempat berhenti di Kuttam Pokuna, sebuah kolam kuno yang dibangun pada masa Kerajaan Anuradhapura. Bangunan ini dikenali sebagai prestasi dalam teknik hydrologi di zaman Sinhala.

Kuttam Pokuna

Lanjut gowes sepeda, akhirnya kami tiba di Abhayagiri Dagoba, ternyata mirip banget dong dengan Jetavana Dagoba. Entah kenapa baru beberapa situs yang didatangi tapi berasa sudah bosen. Apa karena saya kurang mengeksplor?

Berhubung hari makin puanas, kayaknya 39 derajat celcius, akhirnya kami hanya selfie aja di depan Abhayagiri Dagoba.

Abhayagiri Dagoba

Yang pasti, Abhayagiri Dagoba ini merupakan situs monastery untuk umat Buddha Mahayana dan Theravada. Juga merupakan salah satu reruntuhan paling besar di dunia, salah satu tempat paling suci untuk peziarahan umat Buddha di negeri Sri Lanka. Makanya ketika datang ke sini, terasa lebih ramai ketimbang di Jetavana Dagoba. Di Abhayagiri ini juga terdapat situs-situs lainnya seperti kolam dan reruntuhan bersejarah. Dulunya dibilang sebagai pusat kesibukan kerajaan.

Setelah mendatangi dagoba raksasa ini, kami memutuskan untuk balik saja ke hotel di pusat kota. Hari makin panas dan tenaga sudah habis. Padahal baru 5 jam jalan-jalan.

Dari sini, ada beberapa hal yang mesti kamu perhatikan kalau mau keliling The Sacred City.

  1. Bersepeda hanya 500 rupee, sedangkan menyewa tuktuk sekitar 2000-3000 rupee untuk ber 2-3.
  2. Lebih baik memulai dari pagi hari, kalau bisa malah sunrise di salah satu dagoba, pasti suasananya hening dan khusyuk buat bengong.
  3. Memulai lebih awal berarti menghindari secuil panas neraka yang dicipratkan ke dunia.
  4. Kenapa panas bermasalah banget? Pas bersepeda sih asik-asik aja karena ada angin tapi pas berhenti, keringet langsung ngucur. Kemudian, setiap masuk tempat peribadatan, kita harus copot sepatu. Yang artinya.. kaki bisa melepuh menginjak lantai/tanah yang seharian dipanasi.
  5. Pastikan beli tiket resmi ya!
  6. Istirahat itu penting banget
  7. Baca-baca sejarah sambil duduk istirahat di tempat wisatanya bisa menambah esensi mendatangi tempat ini. Kenapa? Ya karena masuknya aja mahal.
  8. Kalau bukan history addict, menurut saya tempat ini bisa kamu skip.

Ya.. kira-kira itu cerita dan tips dari saya soal bersepeda di The Sacred City, Anuradhapura. Kalau dibilang nyesel sih ya engga. Meskipun tidak menemukan esensi yang berarti tapi saya senang bisa bersepeda di tengah hutan dan situs-situs bersejarah puluhan abad. Ada banyak hal yang bisa dikagumi, melebihi tempat-tempat charming yang asik diajak selfie.

Selepas dari bersepeda, saya langsung mandi dan tidur siang. Wacana untuk main ke Sri Jaya Maha Bodhi di Anuradhapura pada sore harinya pun sirna..

13 tanggapan pada “Cara Paling Asik Keliling The Sacred City of Anuradhapura, Bersepeda!”

  1. Pingback: Kandy, Destinasi Wajib Saat Jalan-jalan di Sri Lanka – Trip To Trip

  2. Pingback: Jalan-jalan ke Sri Lanka? Ini Persiapannya! – TRIP TO TRIP

  3. Pingback: Mantai di Unawatuna Beach – TRIP TO TRIP

  4. Pingback: Kandy, Destinasi Wajib Saat Jalan-jalan di Sri Lanka – TRIP TO TRIP

  5. Matius Teguh Nugroho – Bandung – Anak laki-laki yang suka kopi, pergi-pergi, dan kereta api. Yuk ngerumpi :D contact: teguh.nugroho8@gmail.com

    Pertama kali tahu tentang Anuradhapura dari tulisannya mas Bama. Tulisannya informatif banget, lengkap dengan sejarah lokasi dan filosofi tempat.

    Baru tahu di sana ada tuk-tuk. Nyebutnya tuk-tuk juga ya? Sayang ya nggak jadi main ke Maha Bodhi.
    Oh, pertanyaan penting: di sana nggak ada sunblock? DHAY. hahahahahaha

  6. ceritariyanti

    Wuih keren Feb… mungkin kalo sy kesitu tergeli2 sendiri ngliat stupa gede2 gitu. Persis kayak di Bago Myanmar.. ada dua Reclining Buddha yang besaaaarrr banget. Soalnya ngebayangin gimana bikinnya. Anyway bener banget tuh tipsnya soal copot sandal pas panas2 gitu. Bener2 kayak jalan diatas bara ya. Makasih banget udah diingetin, seandainya nanti ke srilanka, one day.

  7. BaRTZap – a Globetrotter | a Certified Diver: PADI Advance Diver and AIDA** Pool Freediver | a Photography Enthusiast | a Laboratory Technician.

    Sekilas Dagoba Ruwanwelisaya ini mirip dengan Stupa Boudhanath yang ada di Kathmandu, cuma bedanya, sepertinya dia tidak ada dasar mandala nya ya? Atau jangan-jangan itu foto orang-orangnya sudah berada di atas dasar mandala.

    Foto yang ‘seperti mendaki menuju langit” itu keren Feb. Dengan adanya manusia yang sedang memanjat di tangga, jadi makin terasa dan terbayangkan skala bangunannya seperti apa. Luar biasa. Gak terbayang, bagaimana proses pembangunannya. Mulai dari mencetak batanya satu per satu, lalu menyusunnya, hingga dapat menjadi bangunan tertinggi nomor dua di dunia pada masanya.

    Keren Feb, jadi makin pengen ke Sri Lanka.

      1. BaRTZap – a Globetrotter | a Certified Diver: PADI Advance Diver and AIDA** Pool Freediver | a Photography Enthusiast | a Laboratory Technician.

        Dan masih belum banyak yg menyadari potensi wisatanya, mungkin karena negara ini baru sembuh dari perang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.