Jalan-jalan di Osaka tak lengkap jika tidak mampir ke Dotombori. Waktu yang tepat untuk berkunjung ke Dotombori adalah malam hari. Di mana kerlip lampu papan reklame menyala, restoran dan kedai-kedai pinggir jalan dibuka, dan jalanan yang ramai oleh warga lokal yang pulang kerja ditambah turis-turis asing yang penasaran. Dotombori sangat identik dengan Si ‘running man’ Glico dan ikon kepiting yang tergantung di atas kedai Takoyaki. Ini lah tempat paling dicari di Osaka. Malam itu, bersama Akiko dan Mariko, kami menghabiskan malam dan bersenang-senang di Dotombori.
Selepas melihat sunset di kawasan Tempozan dan menaiki bianglalanya, kedua teman cantik saya segera menggiring saya ke Namba Station. Begitu keluar, saya langsung melihat persimpangan jalan yang dipadati dengan bangunan tinggi dan papan reklame yang tak kalah besar. Tak jauh melangkah, keramaian malam mulai terlihat. Kami tepat berada di kawasan Dotombori.
Pertama kali tiba, kami disambut dengan pemandangan gedung pertokoan yang rapih berbaris. Sepanjang koridor jalan, terlihat papan reklame dan papan restoran berlampu neon berkompetisi untuk minta dilihat oleh pengunjung. Si ikon kepiting besar yang terpampang di dinding sebuah restoran menyapa kami. Staf restoran pun ikut menyapa sambil membagikan brosur dan menu.
Layaknya kota-kota pelabuhan di Jepang, Dotonbori sendiri merupakan kanal yang sengaja dibuat untuk mendorong majunya kegiatan komersial di sekitar Osaka. Dontonbori sendiri berarti kanal Doton. Nama Doton berasal dari pengusaha yang membangun kanal tersebut, yaitu Doton Yasui, pada tahun 1612.
Kini Dotonbori dipenuhi dengan restoran-restoran terkenal Osaka. Katanya sih yang terkenal itu Kinryu Ramen, Kani Doraku (terkenal dengan kepitingnya, gak tau seberapa mahal), Otakoya (Terkenal dengan takoyaki), Zubora-ya (terkenal dengan ikan buntalnya, ini juga pasti mahal banget), dan masih ada beberapa lagi. Pachinko dan amusement zone juga bertebaran di mana-mana. Sambil iseng, kami masuk ke amusement zone. Di sana terdapat buanyak sekali permainan koin. Kami bertiga sempat main balap-balapan super mario. Tak lupa, kami juga mencoba photo box atau Purikura. Photo box di sini tuh unik karena kita bisa edit hasilnya dan menambahkan efek-efek yang pastinya bikin tambah kawaii.
Setelah puas senang-senang. Akiko dan Mariko mengajak makan malam. Awalnya sempat bingung mau makan di mana. Akhirnya kami tergoda untuk makan di Japanese Casual Dining. Tempatnya agak mencurigakan gitu, berada di lantai tiga sebuah gedung. Ketika masuk juga lampunya remang-remang namun ternyata isinya cukup ramai. Tak hanya orang lokal namun juga turis-turis asing asik makan dan ngobrol di sana.
Di Japanese Casual Dining terdapat dua jenis tempat duduk. Western style dan Japanese style. Ya tau lah ya kalau western berarti duduk di bangku dan Japanese style itu lesehan. Menunya cukup beragam. Mulai dari menu lokal, mixed, hingga western. Akiko dan Mariko memesan beberapa menu seperti salad, takoyaki, tamago, french fries, baby octopus dengan saus wasabi, sate, onigiri, dan banyak sayuran. Pokoknya kami makan besar malam itu, sekaligus pelampiasan karena jalan-jalan seharian.
Selepas makan, sambil menyeruput minuman segar, kami berbincang-bincang seputar trip terakhir. Akiko dan Mariko dengan sumringah menceritakan pengalamannya naik balon udara di Cappadocia. Mereka pun bertanya mengenai puasa karena saat mereka berkunjung ke Turki sedang berlangsung Ramadhan. Di tengah obrolan, saya mengeluarkan dua buah kado yang dibungkus dengan kertas bermotif batik. Mereka langsung memasang muka kaget dilanjutkan dengan teriakan bahagia.
“Can we open now?” tanya Akiko.
“Yes of course!” jawab saya ikutan senang melihat mereka yang begitu bersemangat.
Nampaknya mereka cukup terkejut dengan isi kado tersebut, yaitu baju barong Bali. Di dalamnya juga terdapat kartu pos yang berisikan pesan dan kesan saya tentang pertemanan ini. Keributan yang kami buat cukup menarik perhatian beberapa pengunjung restoran. “Aaaawwww very cute..” ucap salah seorang bule wanita di meja sebelah. Saking semangatnya, mereka izin ke toilet untuk memakai baju barong tersebut. Kemudian kami berfoto dengan meminta tolong bule tadi. Sebelum kami beranjak keluar, tagihan makan malam datang. Di situ tertulis ¥ 6980 dan Akiko langsung menyambar kertas tagihan tersebut. Jadi komplit lah hari ini saya tidak mengeluarkan uang.
Pingback: Reuni dan Kebodohan di Nara | TRIP TO TRIP
Kawaii ne!
Poto didepan ‘glico man’-nya mana? kekekeke.
eh iya, itu dipost nanti aja hehe kelupaan.
Inikah yang kemarin ditulis di Sabang 16? 😉
haha bukan.. yang ini draft udh lama. postingan selanjutnya 😀
pingin ke jepang jadinya nih …..
monggo lah.. setelah ke alam terus bang, icipin kota maju hehe
brp bbudget jlaan ke osaka?
jalannya doang apa gimana nih?
5 hari di Jepang, 2,5 juta lah..
semuanya
semuanya, 5 hari di Jepang, 2 hari di manila (transit) itu 5 juta, udah sama pesawat. Tapi budget tiap orang mah beda-beda, agak susah jadi patokan, mesti nyusun sendiri.
mkash infonya ya
sip! berkabar aja kalo sudah merencanakan ke Jepang 😀
iya haahhaa