Pertama kali menginjakkan kaki di Matsumoto saya cukup kaget karena ternyata kota ini sudah dipenuhi dengan bangunan-bangunan beton yang tinggi menjulang. Padahal ketika saya membaca review di Lonely Planet dan situs-situs pariwisata dibilang bahwa Matsumoto merupakan kota yang otentik dan masih tradisional. Kemudian setelah berkunjung ke Matsumoto-jo saya baru mengerti kenapa kota ini dibilang masih otentik. Dulunya memang kota ini disebut sebagai castle town dan benar saja, sampai sekarang kastilnya masih terjaga seperti 5 abad yang lalu. Selain kastil, saya juga menemukan sudut-sudut kota yang menyisakan keotentikannya. Tempat itu adalah Nawate-dōri dan Nakamachi-dōri. Dōri dalam bahasa Jepang berarti jalan. Kedua jalan tersebut akan membuat siapapun yang berkunjung seperti kembali ke masa lalu.
Setelah bertamu ke kastil Matsumoto yang cantik itu, saya iseng jalan kaki menyusuri jalan dan memasuki kuil-kuil. Saya memang membawa peta pariwisata namun sama sekali tak ditengok. Kemudian tanpa sengaja setelah memasuki kuil Yohashira saya tiba di sebuah jalan kecil, terlihat tua namun memukau. Di sana terlihat jejeran bangunan toko tua yang masih berbalut kayu. Sementara di seberangnya ruko dan kafe klasik yang di luarnya terdapat bangku-bangku untuk bersantai minum kopi dan teh. Beberapa orang seliweran dengan sepeda, menambah kesan klasik jalan ini.
Nawate-dōri (なわて通り) merupakan sebuah kawasan perbelanjaan yang terletak di pinggir sungai. Kawasan ini telah bertahan selama puluhan tahun, bisa terlihat dari gaya bangunan yang masih dipertahankan hingga kini. Letaknya tak jauh dari Matsumoto-jo. Nawate-dōri terkenal dengan ikon kodok, bisa dijumpai juga beberapa patung kodok yang lucu di sekitar kawasan ini. Kenapa kodok? tentu ada cerita di balik itu. Mitosnya sih kodok itu berasal dari sungai di sebelah jalan ini. Kodok disimbolkan akan menjadi penolong dan pemberi keselamatan terhadap orang yang dicintai. Setelah kodok tersebut tak lagi dijumpai di sungai, masyarakat setempat membuat patung kodok untuk dijadikan simbol Nawate-dori.
Selain terkenal akan mitos dan ikon kodok, Nawate-dōri juga terkenal dengan satu jenis makanan/cemilan yang dijual di sini. Sembei merupakan crackers yang terbuat dari tepung beras, rasanya beragam mulai dari asin hingga pedas. Di sini juga terdapat sebuah kedai yang menjual makanan ringan seperti Taiyaki Furusato atau pancake berbentuk ikan yang berisi selai kacang/sari kedelai. Kalau mau ngopi-ngopi cantik, di Nawate-dōri juga ada Sweet Cafe yang telah berada di sana dari tahun 1923! Selain makanan, di Nawate-dōri juga ada yang menjual souvenir, buku bekas, sayuran, bunga dan barang-barang antik.
Tak jauh dari Nawate-dōri terdapat Nakamachi-dōri (中町通り). Kita cukup melewati jembatan menyeberang sungai. Di sana sudah terlihat bangunan-bangunan tua nan klasik. Nakamachi-dōri sering juga diartikan sebagai old street. Sepanjang jalan ini, kita bisa menemukan toko, kafe, dan bar. Katanya sih di sini banyak terdapat restoran dengan makanan yang super lezat. Sayangnya saya tak sempat mampir. Berjalan di Nakamachi-dōri akan berasa seperti kembali ke masa lalu. Merasakan Jepang yang otentik seperti memasuki film-film klasik Samurai. Kalau kamu ingin tahu lebih banyak dan berburu makanan lezat di Nakamachi, coba klik link ini.
Berhubung saya masih punya dua jam sebelum kembali ke Nagano, maka saya memutuskan untuk melihat-lihat isi toko dan mencari tempat bersantai. Entah karena kota ini tak terlalu ramai oleh wisatawan atau memang punya magis tersendiri, saya benar-benar suka kota Matsumoto. Saya bisa bilang, ini lah kota favorit kedua saya setelah Kyoto.
***
Kota Matsumoto terbilang cukup strategis. Terdapat beberapa alternatif transportasi dari kota-kota besar seperti Nagano, Tokyo, Nagoya, Kyoto dan Osaka.
Tokyo: Naik kereta Azusa atau Super Azusa, yaitu kereta limited express yang berangkat dari stasiun Shinjuku. Waktu tempuh adalah 2 jam 40 menit dan harga tiketnya adalah 6200 yen untuk non-reserved dan 6700 yen untuk reserved seat. Terdapat satu hingga dua kereta setiap jamnya. Dengan kereta kelas biasa (local) kamu bisa naik JR Chuo Line dengan waktu tempuh 5 jam, tiga kali transit, dan berbiaya 3610 yen. Alternatif lain adalah dengan bus. Keio Highway Bus Terminal di Shinjuku dengan keberangkatan 1 jam sekali. Satu kali perjalana memakan waktu 3 jam 10 menit, berbiaya 3400 yen. Untuk tiket pulang pergi bisa lebih ekonomis yaitu hanya 5950 yen.
Kyoto/Osaka/Nagoya: Baik dari Kyoto maupun Osaka, kamu bisa naik JR Tokaido Shinkansen dari Shin Osaka atau Kyoto Station menuju Nagoya. Waktu tempuh sekitar 1 jam. Dari Nagoya, kamu bisa naik JR Shinano limited express menuju Matsumoto. Waktu tempuh 2 jam, dengan keberangkatan 1 kali setiap jamnya. Bisa juga dengan bus dari Osaka/Umeda station menuju Matsumoto, waktu tempuh 5,5 jam, berbiaya 5700/10.00 yen (one way/return).
Nagano: Paling mudah memang akses dari kota Nagano. Cukup naik kereta Shinonoi Line atau Shinano limited express.
Cakeeeepppp, duh jadi pengen gini feb kesini, pengen ngunjungin kota kota kecil yg suka kelewat/ngga terdeteksi turis
Iya.. Atau sebenernya terkenal tapi buat turis lokalnya aja.
Mas mau nanya, pake kameranya apa yah? Warna hasil fotonya bagus banget. Itu ga ada editan kan ya? Saya lg butuh rekomendasi kamera soalnya hehe
Halo Tiara, kalau yang ini pakai kamera Nikon D40. Editnya paling terang gelapin aja.
Feb, gue juga suka tuh jalan ke tempat-tempat yang ngga rame, malah kadang temen2 atau keluarga gue ada yg bingung, “ngapain ke tempat itu? emang ada apa?”
Padahal kadang2 banyak banget hal kecil yang bahkan mungkin buat masyarakat sekitarnya biasa aja, tapi buat kita justru menyenangkan 🙂
Iya, malah kadang emang ga jelas mau lihat apa, cari suasana aja kan? hehe
Noted.
Ah, gue suka banget kota-kota kecil kayak gitu. Bersih, tenang, sejuk.. Kayaknya kita sama-sama suka city tour, bang. Ditunggu senggolannya.
hehe yes bener banget. Tanpa gue sadari gue suka city tour tapi yang bukan sembarang city. #apeeu
Pingback: SWEET Cafe di Matsumoto | TRIP TO TRIP