Lompat ke konten

Memulai Ziarah pada Zaman Edo di Shimabuji

Shimabuji temple dan suasana musim gugur, Chichibu, Saitama.

Chichibu adalah sebuah kota yang diberkahi dengan keindahan alam. Dipadati dengan lahan pertanian, bukit-bukit cemara, dan dialiri sungai-sungai jernih dan teduh. Ditambah lagi, musim gugur datang, membawa warna tersendiri dari dedaunan pohon maple yang berubah merah dan kekuningan. Selain untuk pecinta alam, ternyata Chichibu juga menyimpan potensi wisata sejarah. Kini tak jauh dari tempat saya menginap, terdapat sebuah kuil yang telah ramai dikunjungi sejak masa Muromachi (1336-1573), yaitu Shimabuji Temple.

Shimabuji Temple merupakan kuil nomor satu dari 34 kuil lain yang tersebar di Chichibu. Jadi terdapat 34 kuil yang tersebar di area seluas 100 km2, di mana masing-masing kuil memiliki nomornya masing-masing. Kenapa? karena kuil-kuil ini merupakan rute ziarah atau sering disebut Edo Period Pilgrimage temple. Nomor-nomor tersebut memudahkan kita untuk mengikuti setiap rutenya, dan Shimabuji menjadi kuil nomor satu dari Edo Period Pilgrimage.

Pemandu jalan menuju Shimabuji temple
Selamat datang di Shimabuji temple, Chichibu.
Lonceng yang rutin berbunyi

Kebetulan sekali, Shimabuji temple ini terletak hanya selemparan baru dari penginapan saya. Bahkan, saking tetanggaannya, setiap sore dan pagi saya bisa mendengar suara lonceng memecah heningnya suasana desa Tochiya. Walaupun kadang agak horor ya, di mana saat saya sedang asik berendam air panas di antara hutan bambu, tiba-tiba terdengar suara loncengnya. Hiii…

Suatu pagi, sebelum pergi berkeliling Chichibu, saya sempatkan diri untuk berkunjung ke Shimabuji temple ini. Kedatangan saya disambut dengan aroma dupa yang baru saja dibakar oleh salah satu pengunjung. Selain itu, di sebelah kiri saya, terdapat beberapa penjaga berupa patung-patung Buddha berukuran kecil dengan berbagai macam pose. Di depan pun langsung terlihat bangunan utama. Bangunan kayu tua ini berwarna merah, semakin terlihat ceria dengan latar belakang dedaunan maple yang sudah berubah warna.

Pemandangan Shimabuji temple dari pintu masuk.
Berdoa di Shimabuji temple.

Untuk pengunjung yang ingin berdoa, bisa siapkan uang koin 5 yen. Kemudian uang tersebut dilemparkan ke sebuah kotak kayu, lalu menepuk tangan dua kali, dan kemudian baru lah memanjatkan doa. Setelah ritual tersebut berlangsung, kini kita bisa menggerakkan tali tambang yang mana bertujuan untuk membunyikan lonceng kecil di dekat langit-langit kuil. Mungkin bagi yang penasaran, kenapa mesti menggunakan uang koin 5 yen? Jadi, menurut cerita teman saya, 5 yen atau Go-en memiliki homonim dengan kata ‘lucky’ atau kemujuran dengan bahasa Jepang. Makanya, setiap berdoa di kuil, orang-orang lokal menggunakan koin 5 yen untuk berdoa, sebagai wujud dari harapan baik.

Di balik Shimabuji temple, terdapat bukit kecil yang ditumbuhi dengan pepohonan maple. Nah, berhubung sedang musim gugur, ini lah waktu berkunjung terbaik berkunjung. Di bukit tersebut, kita bisa menemukan beberapa patung Buddha beserta beberapa biksu. Ada juga sebuah monumen batu di puncaknya dan dari atas sana, kita bisa melihat keindahan desa Tochiya.

Monumen di belakang Shimabuji temple, berlangitkan dedaunan maple berwarna merah.
Desa Tochiya dari atas bukit belakang Shimabuji temple.

Chichibu terletak 1 jam 40 menit dari Tokyo jika menggunakan kereta limited express dari stasiun Ikebukuro. Setelah tiba di stasiun terakhir, yaitu stasiun Seibu-Chichibu, kita bisa menaiki bus lokal dengan tujuan Minano station. Perjalanan memakan waktu 30 menit dan kita akan tiba persis di depan kuil ini. Tidak dibutuhkan biaya untuk masuk Shimabuji temple, alias gratis. Nah, dari Shimabuji temple ini, mungkin bisa berjalan menuju kuil nomor 2 dari Edo Period Pilgrimage Temple.

Patung biksu di bukit belakang kuil
-6106

13 tanggapan pada “Memulai Ziarah pada Zaman Edo di Shimabuji”

  1. Pingback: 3 Jam Menuju Isesaki, Gunma | TRIP TO TRIP

  2. Pingback: Chichibu Night Festival Hall | TRIP TO TRIP

      1. Feº A – Hello, blog ini merupakan catatan perjalanan keberbagai tempat yang pernah saya kunjungi sepanjang 30 tahun lebih, sebagai rasa syukur kepada Tuhan yang memperkenankan saya melihat keindahan alam ciptaanNya , maupun karya manusia yang diberkati dengan kemampuan luar biasa diberbagai belahan dunia. Terimakasih untuk sobat Nin's Travelog yang membantu pembuatan blog ini, dan selalu menyemangati saya untuk berbagi pengalaman lewat tulisan, yang mungkin bermanfaat untuk 'independent travelers' lain. God bless....

        terus ke kuil no 3 dst naik apa? petunjuknya suruh naik sepeda? jauh2 juga dong? semua sama tuanya ya?

        1. Febry – 🌎

          Enaknya sih naik mobil mba hehe
          jarak kuil satu ke kuil 2 itu mungkin 2-3 km, ke kuil nomor 3 juga 2-3 km. yah lumayan kalau jalan.
          kalau sama tua-ya sih kurang tahu, yang pasti waktu berdirinya beda-beda.

      2. Fathia Rahma – Bogor – Dokter yang masih menyimpan mimpi untuk jadi pengusaha dan penulis | Hobi menulis, suka jalan-jalan, seringkali mengkhayal dan sangat senang makan | Memimpikan keliling dunia bersama suami tercinta | Saat ini sedang menikmati peran utamanya menjadi seorang istri.

        Musim gugur di Jepang itu kece banget! 😀

      Tinggalkan Balasan

      Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

      Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.