Saya selalu bertanya-tanya, apa rasanya ya tinggal di hotel selama berminggu-minggu? Saya pernah bepergian hampir sebulan tapi tidak tinggal di hotel, melainkan lebih sering nebeng di Couchsurfing atau tinggal di dormitory hostel. Kemudian rasa penasaran saya tersebut terjawab ketika saya ditempatkan di beberapa kota dan disuruh mereview salah satu jaringan hotel terbesar di Jepang. Alhasil, saya harus merasakan tinggal di dalam hotel selama tiga minggu. Apa rasanya?
Keriangan pertama kali datang ketika tahu saya akan ditempatkan di salah satu jaringan hotel terbesar di Jepang. Terbayang kasurnya yang empuk, amenities-nya yang lengkap, ada fasilitas spa-nya, dan yang paling berbeda dari hostel adalah tidak perlu jalan jinjit atau menjaga suara dalam melakukan aktivitas apapun. Salah satu hal yang saya senangi juga adalah setiap pagi dapat sarapan gratis, dengan menu-menu lezat dan menyegarkan.
Waktu berjalan, meskipun saya harus berpindah setiap empat malam dari satu kota ke kota lainnya, tapi hotel yang saya tempati kan masih satu jaringan, jadi semua fasilitasnya pun sama. Interior kamarnya pun mirip, tata letak dalam kamarnya pun hampir mirip, hingga menu sarapannya pun sama. Hal ini lah yang kemudian membuat saya gerah. Dari yang awalnya sangat menanti waktu sarapan, hingga pada minggu-minggu terakhir saya sudah mulai muak dan bosen dengan menu sarapannya. Hal lain yang saya keluhkan adalah saya kebingungan mereview hotel-hotel tersebut karena susah membedakan satu hotel dengan yang lainnya.
Yang lebih membuat saya depresi adalah tidak adanya teman mengobrol. Belum lagi saya tinggal di kota-kota yang super sepi, keterbatasan bahasa, jadi benar-benar tak ada teman ngobrol. Hingga pernah saya sudah sangat depresi sampai kemudian buka Coushsurfing dan mencari kegiatan apa yang bisa saya ikuti. Untungnya, saya nemu acara jalan-jalan bareng ke gunung Takao di Tokyo. Esok harinya saya langsung meluncur ke Tokyo untuk bersosialisasi dan meninggalkan kehidupan membosankan di dalam hotel.
Cerita di atas terkesan menderita ya? Padahal sekarang saya lagi kangen-kangennya dengan kamar-kamar tersebut. Di mana saya bisa setting AC hingga suhu 29 derajat untuk menghalau dingin. Di mana saya menikmati siaran TV yang walau tak mengerti bahasanya. Di mana saya mendapatkan meja kerja dan selalu menemani saya begadang menulis laporan kerjaan. Saya pun kangen dengan salad dan menu sarapannya. Belum lagi pemandian air panas yang selalu menemani saya sebelum tidur. Dasar manusia… 😀
Oh iya, buat yang penasaran dengan hotel-hotel yang saya tempati ini, bisa dibaca reviewnya. Siapa tahu kan terdampar di kota-kota tersebut dan butuh referensi penginapan di sana.
Hotel Route Inn Honjo Ekiminami
Pingback: Kabur Sejenak ke Nagano | TRIP TO TRIP
Acemm, enak banget hidup lo feb :S 3 minggu nginep gratis di Jepang pula. Hahahahaah *mupeng*
Alhamdulillah bisa ngerasain nginep di hotel, biasanya di hostel aja udah syukur kekekeke
mas..kerjaannya apaan sih *kepo
hahaha itu tuh… masa gak tau? *kedip sebelah
ciyus kaka
Kalo kata Abang Oma, begadang jangan begadang…
yang pastinya ada pengalaman baru, kenangan baru 🙂
Berseorangan tapi katil double, untung itu Feb! Bulan Oktober lepas aku lagi join program Tourism Selangor, tinggal di kamar hotel bersendirian sama 2 katil king. Heaven Feb! Haha.
Lain kali bisa jemput aku tinggal sama ya di kamar hotel jika sendirian lagi. Hahaha
Nah, heaven but creepy. You know that I am paranoid with ghost haha poor me!
Ah, sip lah! kamu pun ya, undang undang saya jika mendapat kamar twin.
Creepy, yeah sometimes . but gladly the hotel I stayed has big window facing a block of condominium. haha. and Raw has to share his room. Haha. Lucky me. But 3 weeks, that is quite lonely too. Haha.
Bisaaaaa 🙂