Asiknya minggu-minggu pertama jalan-jalan saya adalah saya selalu bersemangat ketika akan menuju tempat baru, walaupun ada keinginan untuk tinggal lebih lama di kota atau negara yang akan ditinggali. Kita juga tidak akan pernah mengetahui dengan siapa nantinya akan bertemu. Buat saya, orang-orang yang singgah di setiap perjalanan saya adalah sebuah misteri yang selalu bikin saya berkata “anjirr..” “Oh My God” “Ya Allah”. Terminal Bus, Stasiun Kereta, Pelabuhan, Bandara, adalah serangkaian tempat berpisah sekaligus bertemu wajah-wajah baru. Sebuah tempat dengan kejadian dan pengalaman melankolis.
Saya sudah booking tiket bus dengan tujuan Saigon – Phnom Penh. Waktu tempuh perjalanan adalah 6 jam. Sebelum ke agen bus, saya sengaja sempatkan diri ke Benh Tanh untuk mencari kopi khas Vietnam. Kebetulan masih punya beberapa uang dong yang harus dihabiskan. Sekalian membeli perbekalan untuk perjalanan nanti kalau-kalau tidak berhenti di tempat makan.
Walaupun jadwal ditulis pukul 9, namun saya dioper lagi ke agen bus pusatnya. Letaknya tidak jauh sih. Hanya beberapa ratus meter. Di sana saya menunggu bersama sepasang bule, dan dua orang ibu-ibu berumur 50 tahun yang saya kira orang lokal, dandanannya.. sangat ibu-ibu. Bus kira-kira berangkat jam 10 kurang. Melewati jalan-jalan di kota Saigon yang belum saya lewati sebelumnya. Saya jadi agak nyesel tidak eksplor lebih jauh lagi tentang kota ini. Di sisi lain, saya masih punya alasan untuk balik ke kota ini sih. Ya kalau-kalau nanti saya mau trip Vietnam dari atas (hanoi) ke bawah (Saigon).
Perjalanan dari Saigon ke perbatasan Kamboja melewati jalanan yang cukup bagus dengan sawah di kanan kiri jalannya. Saya melihat daerah pedesaan Vietnam yang kurang lebih terlihat mirip dengan daerah Jawa. Seketika rasa rindu kampung halaman ibu hinggap. Seketika juga saya ngantuk dan tertidur. Ketika terbangun sudah di dekat border Vietnam-Kamboja.
Saya turun dan mengantre imigrasi. Rasanya deg-degan. Takut dikenakan Visa on Arival. Soalnya beberapa kali baca blog orang yang dikenakan VoA padahal kan Indo-Kamboja sudah melakukan kerjasama bilateral masalah visa ini.
Selagi mengantre saya memperhatikan satu-satu penumpang bus yang jumlahnya tak banyak ini. Beberapa pasang bule. Ada Sekumpulan anak muda. Ada orang lokal yang bergaya parlente. Ada dua ibu-ibu rumpi berdiri di depan saya. Tiba-tiba saya mendengar bahasa yang sangat, sangat, familiar. Awalnya saya takut salah dengar. Kemudian saya langsung nyeplos begitu saja bertanya ke dua ibu di depan saya:
“ibu orang Indonesia?”.
“Oh iyaaa… kamu dari mana?” tanya nya balik.
“Oh saya dari Jakarta bu.. tante?”.
“Ya sama dong, kenapa diem aja dari tadi?”.
“Yah saya kan gak tau tan. tante pada mau kemana?”.
“Tujuan kami sih Bangkok, tapi mau nyobain mampir di Phnom Penh. Kalau ke Vietnamnya sih ibu sering loh.. lewatin border ini juga sering, biasanya rutenya emang langsung ke Bangkok” ceritanya dengan antusias.
“wah tante keren.. saya baru sekali.” jelas saya yang jiper.
“kemarin tinggal dimana?” tanya nya lagi.
“Saya tinggal di Ho Chi Minh City kok tan.. di daerah Pham Ngu Lao, tapi cuma se malam”.
“terus pergi kemana-mana gak?”.
“ah engga sempet. mau langsung ke Kamboja”.
“yah sayang banget.. kemarin tante ke sungai Mekong. keren yaah..” ungkapnya dengan mengonfirmasi pernyataannya ke ibu satu lagi.
“oh gitu tan? ambil tur-tur gitu ya?”.
“iya.. Tante udah sering ke Vietnam, terus ambil paket-paket gitu. ke Mui Nei, ke Da Lat. Uhh Da Lat bagus deh. Kayak Eropa gitu. Bangunan tua, bunga nya banyak juga. Jadi di sana kayak di Bandung gitu, kota penghasil bunga, cuma lebih bagus. Kamu harus tuh ke sana”
“Ah iya Tante, mau nya sih. Lain kali mungkin”
“Kamu sendirian aja? udah kemana aja?” tanya nya lagi.
“Iya tante sendirian. Udah seminggu jalan sih. Dua hari yang lalu dari Filipina, sebelumnya dari Beijing dan Shanghai. Jadi rencananya sih jalan-jalan enam negara gitu selama tiga minggu”. jelas saya yang gak mau kalah.
“wah bagus bagus. salut tante. kamu masih muda tapi berani sendirian”.
“ah tante lebih keren”
“hehe.. kamu udah coba ke eropa belum?” tantang nya.
“ehm.. belum tante..”
“wah harus tuh.. kalau sudah begini harus ke Eropa. Murah loh kalau sudah tau trik-trik nya”.
“iya tante mau banget.. nanti deh abis ini. hehehe”
kemudian obrolan kami terputus karena harus masuk ke imigrasi Vietnam. Di luar saya menjumpai mereka lagi dan terus asik mengobrol. Ya kita memang gak akan pernah menduga bisa ketemu siapa di setiap perjalanan. Ini memang bukan pertama kali nya saya menjumpai orang Indonesia ketika jalan-jalan di luar. Sewaktu di Beijing juga mendengar sekelompok keluarga yang sedang jalan-jalan di Temple of Heaven, saya tahu karena mereka ngobrol pake bahasa Indonesia. begitu juga di Shanghai, ketika saya lagi duduk terdampar seperti gembel di depan Pudong view point, kemudian lewat segerombolan lansia cina Indonesia yang ngobrol pake bahasa. Kali ini terasa beda karena selain tempatnya yang rada-rada (imigrasi border-land Viet-Kamboja), orang yang saya ketemui juga rada-rada (tua-tua gokil). Sepertinya Tuhan menyaring siapa saja orang yang memang berjodohh dengan setiap ciptaannya. hehehe
Perjalanan terus berlanjut. Setelah melewati gerbang keluar Vietnam, tak jauh, kami memasuki gerbang masuk Kamboja. Border-land ini sepi banget, beda kayak border Malaysia-Singapura (yaiyalah). Untungnya sih tidak ada masalah apapun di imigrasi. Semuanya lancar!
Memasuki negara Kamboja, kami serasa masuk ke gembong mafia. Kanan kiri jalan adalah gedung-gedung besar bergaya lokal dengan merek Macau di depan nya. Tak lain dan tak bukan adalah KASINO saudara-saudara. Ini rasanya seperti pusat perjudian di pinggiran Kamboja, mungkin targetnya adalah penjudi ulung dari Vietnam. Mungkin ya.. di Vietnam tidak diizinkan adanya Kasino, jadi lah Kamboja memfasilitasinya. Negara ini nampaknya memang tidak terlalu mempunyai sumber daya alam yang bisa dijual seperti di Indoensia, jadi sektor pariwisatanya (terutama Angkor Wat) sangat diandalkan. Untuk menunjangnya, mungkin Kamboja melirik Macau, yang pendapatan terbesarnya adalah dari pajak-pajak kasino yang beroperasi di sana.
Bus sempat berhenti di warung makan. Berhubung sudah bawa cemilan dan males turun, jadi saya stay di bus. Gak disangka bus berhentinya lama dan AC dimatiin. Akhirnya turun juga. Melihat sekeliling seperti berada di mars. Tanahnya tandus dengan bangunan seperti gudang-gudang yang sudah tidak digunakan. Saya cek sinyal roaming internasional pun tidak ada sama sekali. Okay, mari meninggalkan jejak!
Perjalanan terus berlanjut. Kira-kira tinggal setengah perjalanan lagi. Saya tertidur pulas dan kemudian sadar telah tiba di sebuah terminal. Kirain sudah di Phnom Penh, ternyata belum. Dari terminal tersebut, bus terus jalan menuju sungai yang luas. Situasi saat itu sedang hujan. Bus kami akan menaiki kapal besi untuk menyebrangi sungai yang sangat lebar dan sedang meluap. Anak-anak lokal yang berjualan asongan malah kegirangan ketika hujan turun. Saya di dalam bus malah panik takut bus nya kenapa-napa waktu nyebrang. Sekitar satu hingga dua jam dari melewati sungai tadi akhirnya bus kami mendarat juga di Phnom Penh. Kemudian saya dan ibu-ibu Indonesia tadi berpisah. Mereka berdua naik tuk-tuk ke entah penginapan mana. Sedangkan saya baru akan mencari penginapan. hehe
Terima kasih kepada tante-tante yang lupa saya mintai namanya dan alamat facebooknya :p. Terima kasih atas sharing dan semangat yang diberikan. Terima kasi atas obrolan bahasa Indonesianya. Bagaikan Tin Tin. Kini saya sudah siap menjelajah kota baru. Phnom Penh 🙂