Saya baru menyadari, ternyata saya tipe orang yang sangat menikmati sebuah atomosfer dari sebuah kota. Apapun itu, dimana pun itu. Gak mesti kota yang maju dengan gedung-gedung tinggi selayaknya Singapore atau pun Shanghai. Kota-kota kecil seperti Cebu di Filipina dan kota Saigon yang pada penghujung Agustus 2012 lalu saya jejaki juga memberikan atmosfer tersendiri yang susah lepas di benak.
Atmosphere City Hunter, biasanya saya paling suka jalan-jalan di kota, atau sighseeing dengan jalan kaki atau menyusuri jalan-jalan dengan bus kota. Berhubung Saigon adalah kota yang cukup kecil dan dengan objek wisata yang cukup terpusat dan saya tidak memiliki banyak waktu, jadi saya putuskan untuk jalan kaki.
Dimulai dari hostel di daerah Pham Ngu Lao, saya terus berjalan menyusuri jalan kecil dengan bangunan toko, agen wisata, dan hostel di kanan kiri jalan. Hingga kemudian jalanan tersebut nembus di sebuah persimpangan jalan besar dengan Lotteria dan berbagai toko-toko besar. Suasananya mengingatkan saya akan pasar pondok gede di dekat rumah sekitar tahun 1990.
Patokan kota ini adalah bundaran di depan Ben Thanh Market. Dari situ kita bisa terus lurus ke arah City Hall. Untungnya jalanan di Saigon ditumbuhi pepohonan rindang di kanan kiri jalannya. Pedestrian Walk ya pun cukup lebar. Kalau kamu capek atau kehausan, mampir saja ke kedai-kedai kopi yang ramai berjejeran di pinggir jalan maupun gang-gang. Walaupun cukup membingungkan, namun jalanan di distrik 1 itu saling terhubung. Misalnya ketika saya iseng mau masuk ke jalan kecil, akhirnya saya malah menemukan city hall yang sebenarnya sama saja kalau kamu mengikuti jalan raya nya.
Berhubung tema kali ini adalah sightseeing dan jalan kaki, jadi saya hanya mampir ke berbagai landmark kota yang memang sudah terkenal. Seperti bangunan peninggalan kolonial perancis yang sekarang dijadikan People’s Committee Hall, Gereja Notre Dame, kemudian di seberangnya adalah kantor pos, sisanya saya hanya jalan-jalan saja mengamati setiap lekuk kota dan segala macam aktivitas di dalamnya. Saya memang sedang tidak berminat masuk ke museum atau objek berbayar lainnya. Lebih memilih untuk menikmati kota ini karena saya hanya punya waktu seharian untuk mengekslpor nya.
Ketika saya berada di City Hall dan hendak menuju Notre Dame, saya kehilangan arah dan coba bertanya ke orang sekitar. Mencoba keyword “notre dame””cathedral” “church” kok pada gak ngerti. Yaudah lanjut jalan menuju belakang City Hall dan Voila! saya menemukan Notre Dame. Sayangnya sudah tidak ada lagi pohon bunga matahari di halaman depannya. Langit yang tadinya terik juga berubah secepat kilat jadi mendung. Saya jadi gak minat motret.
Kemudian masuk ke kantor pos. Gedungnya yang klasik di luar maupun dalam nya sangat menarik untuk diamati. Pantas ini jadi salah satu objek wisatanya. Kamu juga bisa membeli kartu pos (dengan harga 8000 dong satu pak nya) dan langsung mengirimkannya ke rumah kamu. Tarifnya sekitar 10,000 dong, cukup murah, yah sama lah seperti mengirim dari Indonesia dengan Pos Indonesia. Di dalam kantor pos ini juga terdapat toko souvenir yang unik-unik. Soal harga sih normal seperti harga di pasaran.
Selepas dari kantor pos, saya terus jalan dan nembus di taman kota. Sama seperti disini, disana juga banyak yang mojok di taman kota nya. Sepanjang jalan-jalan yang damai ditumbuhi pepohonan rindang terdapat kafe-kafe bergaya perancis. Kedai makanan lokal pun tak kalah banyak menjamur di pinggir jalan. Pedagang pikul-an juga gak kalaha bersaing. Pokoknya di Saigon ini indera perasa kamu bakal dimanjain banget.
Kebetulan tengah hari hujan. Saya berdiri meneduh sendirian, sambil mengamati pegawai kedai kopi yang berlarian menyelamatkan kursi-kursi yang terpasang di luar, melihat tukang ojek yang juga ikut lari meneduh masuk ke dalam ruang ATM, tergoda oleh kepulan asap yang keluar dari panci kedai makanan lokal. Atmosfer kayak gini yang gak akan kita dapet kalau ikutan paket wisata.
Soal kuliner, saya mencoba sejenis mie, dengan berbagai sayuran, daging-dagingan, ada irisan sejenis otak-otak, dan kuah yang sluurrrp sedap. Saya gak yakin ini yang namanya Pho, soalnya gak ada tulisan Pho nya di menu makanan. Untuk minuman saya pesan ice chocolate. Dua-duanya perpaduan yang pas. Apalagi didukung oleh cuaca dan hujan yang terus menggeber. Akhirnya saya tidak fail lagi soal makanan. Walaupun saya tidak yakin soal daging-dagingan yang ada di dalam mangkok itu. Tapi semuanya dalam perpaduan yang pas 😀
Jam tiga saya balik ke hostel. Mendapati kamar dorm yang dingin, saya langsung rebahan dan selimutan. Liburan akan komplit kalo udah dapet pemandangan seru, makanan enak, dan diakhiri dengan tidur siang!
Nice blog… saya keingat kunjungan saya ke HCMC. Saat itu saya hendak ke Notredame. Dengan pede nya saya mencoba melafalkan alamat Notre Dame. Ternyata supir taxi tdk mengerti. Mungkin pelafalan latinnya berbeda dgn Indonesia. Akhirnya keluarlah bahasa Tarzan, bahasa yg paling ampuh jika berhadapan dgn lawan bicara yg sama2 tdk mengerti bhs asing. Saya menirukan gaya orang Katolik berdoa, dengan membuat tanda salip di keningvdan bahu. Syukurlah supir taxi mengerti maksud saya
hahaha saya jadi ngebayanginnya drama banget.. Buat pertunjukan drama di dalam taksi ya?
Gw juga suka banget HCM. Jalan-jalan doang gak tentu arah dan berharap gak ditabrak sepeda motor. hahaha Tapi gw lbh seneng Hanoi. Kotanya unik kaya kembali ke masa lalu, Baju-bajunya juga kuno kaya baju 60an. hahaha Dan lucunya kalo gw ngobrol sama org Selatan, mereka mencemooh org Utara. Demikian juga sebaliknya.
Ah… Gue belom pernah ke Hanoi! Thanks spoilernya hahaha
Baru ngeh kalo dormitorinya jejer tiga di bawah dan tiga lagi di atas… Yang kebagian di tengah nggak susah bergerak kah? Atau malah seneng kali ya kalo dapet jejer cewe, hehe…
hehehe bisa jadi. bisa guling2an dengan alibi mengigau :p
makanan nya bikin ngilerrrrr
harganya lumayan juga, skitar 60ribu dong