Lompat ke konten

8H (Sape – Labuan bajo)

Ekspektasi saya, kapal akan berangkat tepat pukul 8, ya paling tidak telat setengah jam, karena menurut informasi yang saya dapat, kapal sudah merapat ke pelabuhan Sape sejak pukul 5 pagi itu. Ternyata, saya harus menunggu 1 jam lebih, padahal saat itu ada dua ferry loh! bisa-bisanya ini ferry dua-duanya ngetem disaat seisi kapal itu sudah geram menunggu. Syukur lah, walaupun dengan perlahan, tapi saya menyambut dengan bahagia keberangkayan kapal ini.

Sewaktu memasuki lantai atas di ferry tersebut, saya berpapasan dengan bule cantik, nampaknya dia kesusahan karena bawaannya yang seperti orang pindahan rumah. Satu buah papan surfing, beserta satu koper super besar, hingga dua buah backpack! bayangkan! untungnya dia bersama seorang lelaki, nampaknya itu suami atau pasangannya. Kayaknya sih mereka abis liburan ke daerah selatan Sumbawa, karena dari yang saya baca, pantai disana bagus buat surfing, bahkan telah ramai oleh peselancar kelas dunia! Terakhir,saya tau bahwa sepasang bule itu berasal dari Karibia! wooow, jauh jauh ya liburan ke Indonesia.

Awalnya saya berniat untuk mencari tangga ke lantai paling atas, ah engga ketemu, hingga akhirnya bule cantik tadi bertanya kepada saya bisa atau enggak naik ke atas, yah saya juga ga tau kan… akhirnya saya pun duduk di kursi paling depan. Kebetulan, disamping saya ada seorang bapak bapak yang nampaknya sendirian juga, jadi lah keempat kursi itu kami jajah!
Untung lah ferry ini dilengkap dua buah LCD TV di kelas ekonominya, salurannya pun indovision! jadi ga boring-boring amat. Saya sempat lupa itu hari apa, Hingga akhirnya saya menonton berita pagi di TV One. Beritanya santai dan isinya tentang hiburan semua, ah ini pasti weekend. Rasanya nonton berita begini jadi kangen rumah, kangen Jakarta! ga kerasa sudah hampir seminggu saya jalan-jalan, dan dari kemarin saya benar-benar melupakan rumah. untuk mengobati kerinduan, akhirnya saya memberi kabar ke ibu saya melalui sms. hiks…

Ferry berjalan sangat lambat tetapi karena saya sudah tau akan kondisi ini, jadi saya benar-benar menyiapkan mental, lagipula sudah latihan waktu berangkat ke Lombok beberapa hari yang lalu. Kali ini, saya benar-benar bisa menikmati birunya laut yang tak berujung, di beberapa sisi memang masih terlihat dataran, dataran Sumbawa beserta Pulau Sangeang yang terdapat Gunung Api. Alih-alih sedang berlayar di kapal Phinisi atau di kapal layar, saya bisa menikmati semuanya dengan cara menghayal seperti itu. Disisi lain, beberapa asap rokok mengaburkan imajinasi saya. ha… kembali ke realita. Kembali ke keadaan ferry yang tetap saja berjalan seperti siput!

Memasuki jam ke empat di perjalanan itu, mulai terlihat daratan. wooaah.. kumpulan bukit-bukit gundul dengan warna tanah yang berwarna-warni. Jadi, yang mana nih pulau komodo? saya kebingungan mencarinya, masalahnya banyak juga pulau-pulaunya. Saya langsung ambil kamera dan mulai memotret. Tidak bosan rasanya, padahal objeknya itu-itu saja.. setelah bosen saya kembali ke tempat saya, takut tempat duduk diambil orang.

Kemudian saya lanjut ngobrol dengan bapak-bapak di samping saya, ternyata dia orang asli Labuan Bajo. Dia cerita bahwa seminggu yang lalu baru dari Jakarta, dan menetap di dekat ragunan, katanya dia tidak sempat jalan-jalan, dan nanya-nanya mengenai Jakarta. Obrolan dengan bapak itu membuat saya sadar, mengapa banyak orang ingin datang ke Jakarta. Atas segala kemegahannya dan segala prospek pekerjaan di dalamnya, pantas saja Jakarta menjadi kota impian bagi rakyat-rakyat di daerah, terutama di luar Pulau Jawa. Hal tersebut tidak terlepas dari peran media yang sangat javacentris atau malah lebih condong ke Jakarta. Semua berpusat di ibu kota ini. Pemerataan pembangunan pun berjalan seperti ferry ini, sangat lamban dan tidak ada perkembangan yang berarti. Hal-hal tadi pun semakin membuat kecemburuan antar daerah semakin memuncak, ya tidak usah bertanya mengapa banyak daerah di wilayah Indonesia timur banyak yang ingin memerdekakan diri.

Ya sudah, dari pada berpikir berat, mending saya mikirin gimana caranya untuk sampai ke Pulau Komodo? berhubung duit tinggal 500 ribu rupiah, dan budget hidup selama 3 hari kedepan hanya 200 ribu sudah termasuk makan, nginep, dan jalan-jalan ke Pulau Komodo! makanya mendekati hari-hari sebelum berangkat, saya hanya bilang ke orang tua atau pun ke teman-teman hanya sampai Pulau Lombok, karena takut kalau sampai ga bisa ke Pulau Komodo lantaran uang yang menipis. Hingga akhirnya, saya berkonsultasi dengan bapak tadi, dia bilang, ada kapal nelayan atau kapal warga yang biasa ke Pulau Komodo atau Rinca, dia bilang harganya juga paling hanya 30 ribu rupiah. Waw, saya langsung kesenengan! saya pikir hanya bisa ditempuh dengan kapal motor sewaan atau bahkan ikut sailing trip! Yep! saya ga sabar menunggu petualangan besok! hal yang membuat saya senang lagi adalah, dia bilang di sekitar pelabuhan banyak penginapan murah. horee… mungkin saya bisa makan enak disana kalau bisa dapet penginapan murah 😀

Kapal terus melaju, beberapa pulau telah dilewati, masuk jam ke 7 saya mulai tidak bisa menahan lapar. Pagi tadi hanya makan nasi ayam (yang ternyata saya dikibulin, isinya hanya telur) yang seharga 5000 rupiah. Akhirnya, karena saya ngiler juga melihat cabe lombok itu, akhirnya saya pesan Indomie rebus seharga 10.000 rupiah. fiuhh.. nikmat bener makan pake cabe yang khoooot bin pedes ini. Sehabis makan, saya langsung sumringah lagi, motret-motret lagi, langit mulai menguning, dan gugusan kepulauan komodo terlihat siluet. Bersamaan dengan menjauhnya matahari dari tanah Flores, dengan itu, kapal pun semakin merapat ke dataran flores. Hore! akhirnya sampai juga di Labuan Bajo! Sambil menunggu antrean penumpang untuk turun, saya pun asik menikmati sunset sore itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.